Beauty contest dan tender adalah salah satu dari
berbagai cara yang biasa dilakukan oleh para pelaku usaha, namun hal tersebut
bisa salah ketika proses kegiatannya justru memonopoli dan terjadi persaingan
usaha yang tidak sehat, dan hal tersebut yang menjadi pokok permasalahan pada
tulisan ini, KPPU selaku komisi independen yang di amanahkan oleh undang-undang,
jusrtu mampu menafsirakan dengan luas pasal 22 itu sendiri, sehingga terkesan
KPPU menjadi lembaga yang “super”, atau bisa juga karena sifat progresif KPPU sendiri.
Dalam Pasal 35 huruf f UU No 5 Tahun 1999, bahwa
KPPU bertugas menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan
undang-undang, KPPU diperbolehkan menafsirkan hal-hal yang berkaitan dengan
aturan tersebut. Undang undang nomor 5 tahun 1999 ini sebenarnya mempunyai
berbagai kelemahan sebut saja definisi tender. KPPU menafsirkan bahwa beauty
contest sama halnya dengan tender, sehingga masalah-masalah yang kemudian
menyangkut beauty contest, difahami sama dengan tender, contohnya saja kasus
Donggi-Senoro.
Prof Nindiyo Pramono dan Pande Radja Silalahi, dalam
sebuah situs internet, mengatakan bahwa “beauty contest bukan termasuk tender”,[1]
mereka justru menilai KPPU dalam menafsirkan beauty contest dan tender sama, adalah
salah , namun hal ini oleh penulis lebih menitikberatkan bukan pada definisi
kata semata, tapi juga lebih pada “persekongkolan” itu sendiri, Oleh karena
itu, pembahasan selanjutnya mengkaji pasal 22 dan dikaitan pada pedoman yang
dikeluarkan KPPU, disertai dengan contoh dan beberapa hal yang terkait
dengannya.
PEMBAHASAN
Hadirnya perusahaan perusahaan di Indonesia
sebenarnya sudah cukup lama, di mulai dari adanya kehidupan belanda di Negara
Indonesia ini. Perusahaan Negara atau BUMN ini dalam aktivitas ekonomi
Indonesia di benarkan oleh undang undang dasar
1945, melalui pasal 33 yang berbunyi; ”perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan, cabang-cabang produksi yang
penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak di kuasai oleh
negara, dan bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
Negara dan untuk kemakmuran rakyat.[2]
Kehadiran perusahaan dan pergerakan ekonomi di
Indonesia yang pesat, tentunya tidak lepas dari pergerakan ekonomi yang bebas
dan lepas, Kebebasan perusahaan yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan
hokum kemudian di atur oleh undang undang. Misalnya saja ketika suatu
perusahaan dalam menjalankan kerjanya membutuhkan bahan atau beberapa tenaga
dan kerjasama dari perusahaan lain, maka dalam menjalankan atau dalam hal
proses kerjasama/ promosi produk itulah yang kemudian diataur dalam undang
undang nomor 5 tahun 1999, tentang monopoli dan persaingan usaha tidak sehat,
dan kemudian dalam aturan tersebut munculah KPPU selaku badan pengawasnya,
dengan tujuan agar para pelaku usaha ini menjalankan usahanya dengan jalan yang
murni dan fair, bukan sebaliknya merugikan pihak lain seperti persekongkolan
dan monopili.
Praktek monopoli berdasarkan pasal 1 ayat 2 undang undang
nomor 5 tahun 1999 adalah, “pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih
pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas
barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat
dan dapat merugikan kepentingan umum”.[3]
Salah satu contoh persaingan usaha yang menjadi
pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah tender. Sebelum menela’ah definisi
kata tender dan bauty contest, ada yang menarik, apakah tender sendiri itu
dilarang oleh undang undang?, karena ketika memahami apakah beauty contest sama
halnya dengan tender, maka pemikiran awam yang terjadi adalah, seakan-akan ada
yang salah dari tender itu sendiri, padahal jelas yang di larang dalam undang
undang sendiri adalah praktek persekongkolannya, seperti dalam pasal 22
tersebut.
A. Definisi
Dalam penjelasan pasal 22 undang undang nomor 5
tahun 1999 tentang monopoli dan persaingan tidak sehat, tender adalah suatu
tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan
barang-barang atau untuk menyediakan jasa.
KPPU menyatakan bahwa tender meliputi lelang saham,
penjualan barang, pemilihan partner membangun property dan sebagainya.[4]
Bagi KPPU, KPPU berhak melakukan perluasan pengertian “tender” sesuai dalam
Pasal 36 huruf f UU No 5 Tahun 1999, disebutkan bahwa KPPU bertugas menyusun
pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan undang-undang, dan pada
pedoman Peraturan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha No 2 Tahun 2010 tentang Pedoman Pasal 22
UU No 5 Tahun 1999, menjelaskan bahwa pedoman ini dibuat oleh KPPU kepada
pemberian pengertian yang jelas, cakupan, serta batasan ketentuan larangan
persengkongkolan dalam tender.
Namun secara terpisah dari beberapa pengertian tender,
maka dapat disimpulkan bahwa tender pada intinya, merupakan sutau proses
pengajuan penawaran yang dilakukan oleh kontraktor yang akan dilaksanakan di
lapangan sesuai dengan aturan dan dokumen yang berlaku. persekongkolan tender
termasuk salah satu perbuatan yang dapat mengakibatkan kerugian Negara.[5]
Artinya pelaku usaha yang bergerak dalam bidang tender ini bukanlah menjadi
masalah pada kegiatan usahanya, namun yang menjadi masalah seperti dalam undang
undang tersebut adalah ketika terjadi ”persekongkolan” ,seperti yang termuat
dalam pasal 22 tersebut:[6]
Maka kesimpulannya adalah bahwa tender dan beauty
contest bukanlah menjadi pokok masalah sebagaimana dalam tema tulisan ini,
namun penulis tetap mengambil pokok masalah/ inti pada persaingan usaha tidak
sehat sebagaimana pada pasal 22 nomor 5 tahun 1999 ini yaitu
“persekongkolannya”. Karena dari sekian jumlah kasus yang masuk dalam KPPU
hampir 70% nya adalah kasus tender.[7]
B. Study kasus
Donggi-Senoro
Dalam hal kasus donggi senoro, KPPU menilai
korporasi Jepang, Mitsubishi Corporation terbukti melakukan persengkokolan
dengan PT Pertamina (persero), PT Medco International Tbk, dan PT Medco E&P
Sulawesi. Hal itu dilakukan agar Mitsubishi Corp menjadi pemenang dalam beauty
contest proyek LNG (Liquid Natural Gas) Donggi-Senoro, Sulawesi Tengah. Hal
ini melanggar Pasal 22 dan 23 UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Anti
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Mitsubishi juga terbukti
bersengkongkol dengan Medco Int. hal ini dilakukan untuk mendapat informasi
rahasia dari peserta beauty contest lain.
Atas
perbuatan Pertamina di putus membayar denda Rp10 miliar, Medco Int dan Medco
masing-masing didenda Rp5 miliar dan Rp1 miliar. didenda Rp15 miliar. Kasus
inipun memperkuat penilaian adanya diskriminasi oleh Pertamina dan Medco kala
mengundang para peserta beauty contest. Awalnya, ada tujuh peserta yang
dikirimi surat undangan, namun tiga diantaranya terlambat dikirim sehingga
mempengaruhi waktu persiapan mengikuti proses, Majelis menilai, TOR yang dibuat
Pertamina dan Medco Int dibuat mengambang dengan tujuan agar Mitsubishi
dimenangkan. Hal ini diperkuat dengan
Mengenai
pelanggaran Pasal 23 UU No.5/1999, majelis berpendapat hal itu dilakukan kala
Mitsubishi melakukan pertemuan dengan Medco Int dan Medco E&P Sulawesi.
Majelis meyakini, Mitsubishi mendapat proposal penawaran pelapor dalam perkara
No.35/KPPU-I/2010. Padahal, proposal pelapor adalah informasi rahasia.
Informasi rahasia dalam perkara ini oleh majelis, dilandasi putusan majelis
perkara lain, dikategorikan seperti yang diatur Pasal 2 UU No.30 Tahun 2000
tentang Rahasia Dagang. Disebutkan, lingkup perlindungan rahasia dagang
meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi
lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak
diketahui oleh masyarakat umum. Oleh sebab itu, pada Pasal 3 UU Rahasia Dagang
disebutkan, informasi semacam itu dilindungi oleh UU. “Termasuk proposal
pelapor untuk mengikuti beauty contest ini,” terang anggota majelis
Erwin Syahrial.
KPPU
menilai bahwa, beauty contest tak beda dengan tender. Sekalipun proses
itu bukan untuk pengadaan barang dan jasa bagi kepentingan publik melainkan
untuk memilih mitra kerja. KPPU berpendapat Karena proses ini dapat menciptakan
kompetisi pasar, sehingga hal inipun harus tunduk pada UU No.5 Tahun 1999
C. Pasal 22 nomor 5 tahun
1999 tentang monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Seperti dalam pembahasan sebelumnya, bahwa yang
menjadi pokok permaslahan dalam pasal 22 undang undang nomor 5 tahun 1999 yaitu
terletak pada persekongkolannya, karena
berdampak persaingan usaha yang tidak sehat. Atas keberadaan undang undang
monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat, tak mampu memberi definisi dan
penjelasan yang jelas serta menimbulkan tafsiran yang luas, maka lahirlah Keppres
nomor 80 tahun 2003 tentang pedoman penggadaan barang dan jasa, dan penjelasan
lebih lanjut tentang pedoman atas pasal 23 undang undang nomor 5 tahun 1999,
bahwa persekongkolan ada beberapa hal yaitu:
1.
Persekongkolan dalam
tender (Pasal 22)
2.
Persekongkolan untuk
memperoleh rahasia perusahaan pesaing (Pasal 23)
3.
Persekongkolan untuk
menghambat produksi dan/atau pemasaran pesaingnya (Pasal 24)
UU No. 5/1999 yang membahas tentang persekongkolan
dalam tender dikenal dengan teori yang bersifat rule of reason, yaitu
bahwa suatu tindakan memerlukan pembuktian dalam menentukan telah terjadinya
pelanggaran terhadap persaingan usaha yang sehat. Untuk itu dalam
persekongkolan tender, perlu diketahui apakah proses tender tersebut dilakukan
dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
Pasal 1 angka 8 UU No. 5/1999 memberikan definisi
persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerja sama yang dilakukan
oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar
bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol. Dalam
persekongkolan selalu melibatkan dua pihak atau lebih untuk melakukan
kerjasama. UU memberikan tujuan persekongkolan secara limitatif untuk menguasai
pasar bagi kepentingan pihak-pihak yang bersekongkol. Penguasaan pasar
merupakan perbuatan yang diantisipasi dalam persekongkolan termasuk dalam
tender. maka sulit untuk menentukan bahwa dalam persekongkolan (tender)
mengarah pada penguasaan pasar atau tidak jika mengacu pada pengertian pasar
pada UU No./1999 yaitu lembaga ekonomi dimana para pembeli dan penjual baik
secara langsung maupun tidak langsung dapat melakukan transaksi perdagangan
barang/jasa.[8]
Dalam pengertian tender termasuk dalam ruang lingkup
tender antara lain:[9]
1.
tawaran mengajukan
harga (terendah) untuk memborong suatu pekerjaan.
2.
tawaran mengajukan
harga (terendah) untuk mengadakan barang-barang.
3.
tawaran mengajukan
harga (terendah) untuk menyediakan jasa.
Terdapat tiga terminologi berbeda untuk menjelaskan
pengertian tender yaitu pemborongan, pengadaan, dan penyediaan. Tiga terminologi
tersebut menjadi pengertian dasar dari tender, artinya dalam tender suatu
pekerjaan meliputi pemborongan, pengadaan, dan penyediaan. Suatu
pekerjaan/proyek ditenderkan maka pelaku usaha yang menang dalam proses tender
akan memborong, mengadakan atau menyediakan barang/jasa yang dikehendaki oleh
pemilik pekerjaan kecuali ditentukan lain dalam perjanjian antara pemenang
tender dengan pemilik pekerjaan.
Oleh karena itu sesuatu yang bersifat persekongkolan
pada intinya menjadi persaingan tidak sehat dan justru merugikan banyak pihak
dengan berbagai factor, itulah kenapa KPPU dalam hal persekongkolan tender ini
betul-betul memantau jika terjadinya persaingan tidak sehat dalam bisnis usaha
tertentu, maka wajar saja jika dari berbagai kasus yang masuk dalam KPPU kebanyakan menyangkut persekongkolan tender.
Lalu yang menjadi permasalahan berikutnya adalah, apakah beauty contest masuk
dalam yuridiksi KPPU?. Hal ini tentunya melihat dari beberapa kasus yang masuk
di KPPU justru adalah hal yang berkaitan dengan beauty contest, yang oleh KPPU
dinalai sama dengan tender, sebut saja kasus Gonggi-Senoro.
Ketua lembaga persaingan dan kebijakan usaha
djokoseotono reaseach centere UI, Kuni Toho, memberi definisi tentang beauty
contest adalah mencari mitra bisnis yang akan bersama-sama menanggung resiko
dan keuntugan,[10]sehingga
menurutnya jika tender adalah tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu
pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang, atau menyediakan jasa. Sementara, beauty
contest adalah mencari mitra bisnis yang akan bersama-sama menanggung
risiko dan keuntungan, bukan memborong suatu pekerjaan layaknya tender, maka
baginya hal ini adalah dua hal yang berbeda.[11]
Sama halnya Prof Nindiyo dalam situs online mengatakan bahwa tender dan beauty
contest itu berbeda.[12]
Hal tersebut seiring dengan apa yang dikatakan juga oleh Pande Radja Silalahi,
bahwa kedua hal tersebut itu berbeda.[13]
Melihat dari apa yang dipaparkan oleh kuni toha
seperti di atas jelas bahwa kedua hal tersebut mempunyai cara kerja yang
berbeda, yaitu antara pemborongan harga dan menjadi mitra bisnis pada beauty
contes. Hal ini penulis melihatnya berbeda, yaitu Sesuatu yang mengakibatkan
kerugian dan persaingan usaha yang tidak sehat dalam bentuk apapaun, KPPU
berwenang memasukkannya dalam yuridiksinya, maka hal ini, tidak hanya melihat
dari definisi undang undang itu sendri, melihat kelemahan undang undang nomor 5
tahun 1999 yang cukup banyak, maka perlunya suatu teori hukum progresif dalam
hal ini, agar sesuatu yang mengakibatkan kerugian pada pihak lain, permainan
yang curang, dan sebagainya KPPU patut untuk berfikir progresif dalam
menela’ahnya. Agar tercipta persaingan usaha yang sehat, pelaksanaan tender
atau pengadaan barang/jasa harus menerapkan prinsip-prinsip dasar sebagai
berikut:[14]
- Efisien, berarti pengadaan barang/jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan dapat dipertanggungjawabkan;
- Efektif, berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan;
- Terbuka dan bersaing, berarti pengadaan barang/jasa harus terbuka bagi penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan dan dilakukan melalui persaingan yang sehat di antara penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas dan transparan;
- Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang/jasa, termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon penyedia barang/jasa, sifatnya terbuka bagi peserta penyedia barang/jasa yang berminat serta bagi masyarakat luas pada umumnya;
- Adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon penyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak tertentu, dengan cara dan atau alasan apapun;
- Akuntabel, berarti harus mencapai sasaran baik fisik, keuangan maupun manfaat bagi kelancaran pelaksanaan tugas umum pemerintah dan pelayanan masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip serta ketentuan yang berlaku dalam pengadaan barang/jasa.
Ekonom Center for Strategic and International
Studies (CSIS) Pande Radja Silalahi, mengharapkan agar permasalahan
pengertian ini dapat segera diluruskan untuk menghindari pengertian ganda.
Disamping itu, kasus mengenai Beauty Contest jangan hanya berfokus pada
pengertian saja, namun lebih kepada pembuktian apakah persengkongkolan itu
terjadi dalam kontes tersebut.[15]
Maka pentinganya rule of reason, sebagai
tindakan yang memerlukan pembuktian dalam menentukan telah terjadinya
pelanggaran persekongkolan terhadap persaingan usaha adalah hal yang jauh lebih
penting, dari pada sekedar membahas definisi itu sendiri, dan disinilah peran
KPPU dalam pembuktiaan atas tender dan beauty contest itu diperlukan.
Kesimpulan dan Saran
Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa:
1.
Tender dan beauty
contest bukanlah menjadi pokok permasalahannya, karena hal ini hanya merupakan
definisi kata semata, namun yang menjaadi pokok sebagaimana diataur dalam pasal
22 undang undang nomor 5 tahun 1999, yakni persekongkolannya.
2.
Sehingga jika dikaitkan
dengan beauty contest, maka sebagaimana pedoman KPPU berhak melakukan perluasan
pengertian “tender” sesuai dalam Pasal 36 huruf f UU No 5 Tahun 1999,
disebutkan bahwa KPPU bertugas menyusun pedoman dan atau publikasi yang
berkaitan dengan undang-undang, dan pada pedoman Peraturan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha No 2 Tahun 2010 tentang Pedoman Pasal 22
UU No 5 Tahun 1999, menjelaskan bahwa pedoman ini dibuat oleh KPPU kepada
pemberian pengertian yang jelas, cakupan, serta batasan ketentuan larangan
persengkongkolan dalam tender.
3.
Banyaknya kelemahan
yang ada dalam undang undang monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, seperti
dalam definisi dan aturan main tender yang tidak jelas, selain adanya pedoman
yang dibuat KPPU, maka dalam hal ini, pentinganya teori hokum progresif
dijalankan, agar tujuan dari pada dibuatnya undang undang tersebut dapat
terealisasikan dengan baik dan bertanggung jawab, juga demi melindungi
perekonomian nasional dari maraknya persaingan yang tidak sehat.
Dan dari pembahasan dan kesimpulan di atas, maka
penulis memberikan dua saran dari yaitu:
1.
Perlunya revisi atau
yudicial revieuw atas undang undang nomor 5 tahun 1999, tentang monopoli dan
persaingan tidak sehat, agar tidak ada lagi kesan KPPU yang super body, dan
penafsiran ranju yang justru menimbulkan masalah yang berkepanjangan.
2.
Adanya problem antara
akademisi dan KPPU dalam beberapa hal, membuat akademisi yang membidangai
bidang ini, justru mendapati kesan yang kurang baik, oleh karena itu, perlunya
komunikasi yang diberi wadah dengan baik, agar permasalahan penafsiran dan
lainnya dapat diselesaikan secara ilmiah, tanpa melihat jabatan dan kekuasaan
masing masing pihak.
[2] T.
mulya lubis, Hokum dan ekonomi, pustaka sinar harapan, Jakarta, 1987, hlm 60
[3].
Undang undang nomor 5 tahun 1999
[5] Keuangan
Daerah: Pengadaan Barang Jasa Bisa jadi Sumber Korupsi. Kompas, 25 Feb 06, hal. 27.
[6]
www.kppu.go.id
[7]
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4c6424cee54ac/kppu-akan-gandeng-lkpp-atasi-kasus-persekongkolan-tender
[8]http://yakubadikrisanto.wordpress.com/2008/06/20/analisis-pasal-22-uu-no-5-tahun-1999-dan-karakteristik-putusan-kppu-tentang-persekongkolan-tender/
Jurnal Hukum Bisnis, Volume – No 2 – Tahun 2006.
[9] ibid
[13] Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar