Rakyatku Negaraku
Inilah
kenyataan sebuah negara “berkembang”, ketika suatu golongan mampu bertambah
kaya dan makmur, namun sebaliknya golongan tidak mampu makin terpuruk dan
miskin, kenyataan ini diamini oleh semua warga dunia, namun hal itulah yang
ditunggu, bahwa “Indonesia termasuk negara berkembang”. Namun hal itu jelas
salah satu teori “Negara berkembang” itu mematikan pikiran manusia yang justru
membuat manusia makin sewenang-wenang dalam bertindak dan bangga dengan
tercapainya teori “salah” tersebut, maka wajar jika bangsa Indonesia jika
dilihat dari sudut atas yang kaya makin “rakus” dengan kekuasaan, dan tidak
sedikit pula kemiskinan meraja lela, hal ini menggambarkan bahwa para penguasa,
pejabat dan para pemilik lain justru makin memonopoli tempat dari berbagai arah
demi menunjukkan bahwa “kita tidak kalah dengan globalisasi” maka yang menjadi
hancur dan korban adalah rakyat kelas bawah yang makin banyak.
Kesalahan
ini dapat dilihat dari:
a)
Pola pikir manusia, hal ini tentu menjadi alat
penggerak, yang mana ketika seseorang berfikir “A” maka kecenderungan untuk
mengikuti apa yang difikirkannya, dalam hal ini ada 2 arah, yaitu :
-
Pola pikir semangat untuk kaya dengan berbagai cara
yang membuat dia berhasil atau justru
-
Pola pikir pasrah untuk mengikuti saja keadaan yang ada
(miskin), dan menjadi makin terpuruk.
b)
Kedudukan. Dalam hal ini yang dimaksud kedudukan adalah
para pemerintah, dewan, pengusaha, dll. Jika kedudukan diatas maka jelas dia menjadi pengatur apa yang
diinginkan, maka kedudukan ini cenderung membuat orang melakukan sesuatu untuk
mengejar apa yang diinginkan.
c)
Ketidak disiplin ilmu
Ketidak disiplin ilmu ini membuat orang dengan amanah, janji, jabatan,
tugas, dan lebih pada penyalahgunaan wewenang, maka ilmu yang tidak disiplin
cenderung disalah tempatkan dalam aplikasinya.
d)
Nilai agama yang transparan, artinya transparan disini
tipis, tidak terlihat apa lagi sampai tersentuh, maka jika agamanya saja dirasa
tidak ada bagaimana menerapkan yang baik, maka yang terjadi adalah melakukan
segala hal dengan dihalalkan caranya tanpa belas kasihan apalagi mau peduli
dengan keadaan orang lain.
Perlunya solusi kreatif dan tegas dalam memberantas hal tersebut diatas,
diantaranya:
a)
Antara Nurani dan Agama
Kedua kata tersebut dirasa mampu untuk melakukan suatu perubahan, karena
agama adalah segala ajaran yang benar dengan kepastian hukum yang diakui
kebenarannya, maka tidak ada ilmu sebaik agama yang harus diimplementasikan,
agama bukan teori yang dipercobakan baik tidaknya, tapi sesuatu yang pasti.
Maka Nurani adalah penguat, dalam menjalankan agama tidak “asal
menjalankan” saja, tapi perlu hati nurani yang penting dalam menyentuh setiap
gerakan yang dilakukan apakah bermanfaat dan bijaksana atau bahkan sebaliknya
perilaku yang menyakitkan dan merugikan.
b)
Disiplin Ilmu
Dalam hal ini yang harus diperhatikan adalah kefahaman dalam menjalankan
tugas yang telah diberikan, maksudnya adalah ketika seseorang yang faham dengan
apa yang diamanahkan dan telah didapatklan dalam ilmu maka seharusnya tanpa
kata ”tapi dan lasan” apapun diwajibkan bagi insan yang mempunyai dan telah
mendapatkan ilmu dan teori yang baik itu diterapkan agar sesuai dan berjalan
dengan semestinya yang diwacanakan selama ini.
Oleh karena itu pemerintah adalah orang yang paling bertanggung jawab
bukan hanya pada pemimpin diatasnya, bertanggung jawab pada Tuhan, jabatan,
ilmu, rakyat, dan diri sendiri, maka diharapkan masyarakat Indonesia bukan menjadi
orang yang “gagal” hanya karena mengulang dan mengulang dengan kesalahan yang
sama, sudah saatnya ada perubahan dengan itikad dan semangat yang kuat untuk
berani melawan pemilik modal, para koruptor, penguasa “rakus”, dan para pembuat
kerusakan lain, demi mengejar keberhasilan yang dicintai oleh Tuhan, sahabat,
masyarakat, dunia, dan keluarga dengan kebanggaan tersendiri demi meraih nikmat
yang kekal yaitu surga dengan kesakitan dan kepayahan adalah cobaan yang harus
dilalui dengan baik dan dinyatakan sukses oleh-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar