KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
oleh: Emy Hajar Abra
oleh: Emy Hajar Abra
Beberapa
waktu lalu Inter Religious Council (IRC) mengadakan acara perdamaian antar umat
beragama se-dunia di Gedung Nusantara IV MPR/DPR Senayan jakarta, acara yang
dihari oleh tokoh-tokoh agama dunia itu tentunya mempunyai nilai dan tujuan yang
kuat. Berbicara tentang “kerukunan umat beragama”, maka yang menjadi titik
pangkalnya adalah kerukunannya, begitupun dengan kehidupan umat beragama, yang
terpenting didalamnya bukan bagaimana dia beribadah, dan bukan juga bagaimana
kepatuhannya pada yang disembahnya saja tapi yang jauh harus diperhatikan
adalah kehidupannya, kehidupa antar sesame umat beragamanya itu sendiri.
Di
Indonesia, masalah yang timbul karna agama bukan hal yang baru, bahkan sebelum
Indonesia ini merdeka masalah ini sudah muncul, dari faham keagamaan
termasuk komunis. maka munculah
pertanyaan kemudian, akan dibentuk Negara seperti apakah Indonesia ini
nantinya, terlepas dari kacamata mana kita memahami sejarah tersebut, namun
pancasila dan UUD 1945 adalah dasar Negara yang tidak lagi mampu diganggu
gugat, nilai yang terkandung didalam kedua batang tubuh Negara Indonesia itu mempunyai
nilai yang kuat, maka akan salah jika pemahannya hanya parsial saja, bahwa
Negara Indonesia ini dari awal pembentukaanya bukanlah Negara sekuler yang
tidak mengenal atau menjauhkan nilai ketuhanan, dan bukan pula Negara agama
yang hanya berkomando pada satu agama saja, tapi Indonesia adalah Negara
pancasila yang didalamnya mewajibakan untuk bertuhan, bermoral, bersatu dan
nilai-nilai lain yang terkandung luas didalamnya.
Konflik
beragama memang cukup menyita perhatian, bagaimana tidak, yang muncul adalah
korban jiwa dan korban identitas, disebut korban identitas, karena dengan
“pembiaran” yang dilakuakan oleh Negara, munculah agama yang saling bercerai
dan bahkan menjatuhkan satu sama lain, dengan menganggap dia yang benar, atau
bahkan agama yang “begini’ yang benar, maka terjadilah saling menyalahkan dan
membenarkan versi keagamaan masing-masing, sekalipun dalam satu wadah agama
yang sama. Hal ini tentunya tak bisa dibiarkan terus-menerus selama
berpuluh-puluh tahun seperti ini. Negara harus turun tangan, bahwa tidak ada
ajaran bahkan paham manapun yang berkesimpulan bahwa Negara tak patut masuk
dalamnya, tentu itu salah besar.
UU
Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penodaan Agama, yang pada beberapa waktu
lalu oleh alm GusDur dan kawan-kawan meminta MK membatalkan undang-undang
tersebut, justru oleh MK dinilai tidak bertentangan dengan konstitusi, maka
undang-undang tersebut dirasa sudah cukup untuk memayungi masalah keagammaan, namun
yang terjadi aparat penegak hukum belum juga mampu bertindak tegas, pun dalam
KUHP kita pasal 156, dengan tegas mencantumkan delik-delik yang berkaitan
dengan agama, tapi lagi-lagi hal ini belum dengan sungguh-sungguh mampu
menyelamatkan juga melindungi hak-hak seseorang, bahkan hak agama itu sendiri.
Ada dua hal yang patut menjadi perhatian, yaitu:
Pertama
perlindungan agama, apakah Negara
sudah cukup berani dalam melindungi agama yang ada di Indonesia, seperti kita
ketahui bahwa ada 6 agama yang diakui dinegara ini, sekalipun tidak menutup
kemungkinan jika ada kelompok atau ajaran lain yang kemudian ingin membangun agama
baru, itu hal lain, yang justru dirasa lebih baik, demi meminimalisir konflik
yang ada, tapi perlindungan atas enam agama itulah yang menjadi pokok penting
dalam hal ini, melindungi suatu agama bukan sekedar melegalkan dalam bentuk
undang-undang semata, namun perkembangan
juga harus menjadi tanggung jawab pemerintah, bahwa tiap-tiap agama mempunyai
kemurnian agama masing-masing yang tak boleh pihak manapun mencabutnya, juga
mengganggunya, dan itulah yang disebut hak agama itu sendiri, berbeda halnya
dengan tafsir dari apa yang dipatutkan dalam agama, bahwa itu menjadi hak
berfikir seseorang, namun yang dimaksud diatas berkaitan dengan kitab, nabi, tempat beribadah, kecusian agama,
hak seseorang untuk tidak diganggu dengan faham-faham baru manapun, itu yang
menjadi kemurnian pokook dari agama yang oleh oaring dan badan manapun tidak
bisa mengusiknya.
Kedua
perasaan agama, yaitu rasa dari individu yang beragama itu sendiri, bahwa pada
dasarnya tak seorang manapun mau diganggu dan sakiti atas rasa yang dinilainya hakiki
seperti agama, seperti tak seorangpun mau ayah atau ibunya di bicarakan yang
tidak-tidak, sekalipun ilustrasi yang saya diskripsikan itu sederhana, bahwa
demikianlah ketika hak itu melekat, dan tak seorangpun boleh menyakiti dan
menganggunya, dan ini berkaiatan dengan rasa beragama itu sendiri.
Maka
pemerintah harus berani tegas dan bergerak untuk melindungi agama-agama yang yang
sudah cukup lama hadir dan ikut mewarnai keberlangsungan berdirinya Negara
Indonesia ini, tapi jika terjadi pembiaran, maka tak menutup kemungkinan jika suatu saat kelak akan pecah dan semakin tak
terkendali, karena hal ini sudah seperti gunungan es, yang bisa meletus kapan
saja, dan bahwa masalah ini tidak sepeti apa yang terlihat dipermukaan saja,
karena walau tak terlihat, namun perjalannya sudah merambat dan merasuki
sendi-sendi kehidupan dan mengganggu nilai-nilai
spiritual dan keharmonisan hidup seseorang, yang bedampak pada kehidupan
bermasyarakat secara umum.
BIODATA PENULIS
Nama : Emy Hajar Abra
Ttl : Masohi 10
april 1987
Tlp : 081392054690
Alamat : Jalan
Hoscokroaminoto, Perum BPK,TR III/495 A,Yogyakarta.
Pendidikan :
No.
|
Sekolah
|
Alamat
|
Tahun
|
1.
|
Magister Hukum Bisnis, Universitas Islam Indonesia
,AKREDETASI A
|
Yogyakarta
|
Sekarang
|
2.
|
Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta (Fakultas Hukum, Ilmu Hukum), AKREDETASI A
|
Yogyakarta
|
2005-2009
|
3.
|
Madrasah
Syanawiyah Mualimmat Muhammadiyah Yogyakarta
|
Yogyakarta
|
2002-2005
|
4.
|
Madrasah
Aliyah Mualimmat Muhammadiyah Yogyakarta
|
Yogyakarta
|
1999-2002
|
5.
|
Ibtidaiyah
|
Masohi,
AMBON
|
1993-1996
|
Prestasi:
-
Juara
II Lomba karya ilmiah dengan judul “telaah kritis hukum dalam menyikapi
pemanasan global di Indonesia”, yang diadakan oleh Komakom Fakultas komunikasi
UMY, tahun 2008.
-
Juara
I lomba debat, yang diadakan oleh BEM FAI UMY, dengan tema wajah peradaban
Islam versus As, pada tahun 2005.
-
Juara
I lomba pidato yang diadakan oleh fakultas hukum UMY, pada tahun 2006.
-
Juara
II dalam lomba baca puisi yang diadakan oleh JAA UMY, pada tahun 2006
-
Juara
III dalam lomba debat hukum Nasional yang diadakan oleh PERMAHI bekerjasama
dengan BPHN, di Jakarta pada 20-23 November 2008
-
Juara
III dalam lomba debat konstitusi di Yogyakarta, tingkat Regional universitas di
yogyakarta, yang diadakan oleh UII bekerjasama dengan MAHKAMAH KONSTITUSI RI
-
Peserta
dalam lomba Debat Hukum Konstitusi Nasional, yang diadakan oleh MAHKAMAH
KONSTITUSI RI, di MK Jakarta desember 2008
-
Juara
III dalam pemilihan Mahasiswa Berprestasi tahun 2009 yang diadakan oleh
Universiats Muhamadiyah Yogyakarta
-
Lolos
dan dibiayai dalam penelitian yang diadalakn oleh DIKTI pada tingkat Nasional
tahun 2009, dengan tema “efektifitas peran perempuan dalam lembaga legislative
tahun 2009”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar